By Setyawati Fitrianggraeni dan Agnes Wulandari
Menteri Hukum mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum Nomor 2 Tahun 2025 tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi (“Permenhum 2/2025”) yang meningkatkan cakupan kewajiban korporasi dalam penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Know-Your-Beneficial-Owner).
Permenhum 2/2025 memperbesar ruang lingkup definisi Korporasi dari Peraturan yang sebelumnya berlaku, yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengawasan Penerapan Prinsip Mengenai Pemilik Manfaat Dari Korporasi (“Permenkumham 21/2019”), dengan menambahkan Perseroan Perorangan dan Persekutan Perdata didalamnya. Sehingga, Korporasi yang dimaksud oleh Permenhum 2/2025 diantaranya adalah: (i) Perseroan terbatas; (ii) Yayasan; (iii) Perkumpulan; (iii) Koperasi; (iv) Persekutuan Komanditer; (v) Persekutuan firma; dan (vi) Persekutuan perdata (“Korporasi”).[1]
Sanksi Administratif atas Ketidakpatuhan
Permenkumham 2/2025 menetapkan bahwa kegagalan korporasi dalam melaksanakan kewajiban pelaporan dan pengkinian informasi Pemilik Manfaat dapat berujung pada pengenaan sanksi administratif oleh Menteri. Sanksi tersebut berlaku terhadap korporasi yang:
Sanksi administratif yang dimaksud antara lain berupa:
Pencabutan sanksi administratif hanya dapat dilakukan apabila Korporasi telah memenuhi kewajiban pelaporan dan menyampaikan informasi Pemilik Manfaat secara lengkap dan benar, sesuai dengan hasil verifikasi oleh otoritas yang berwenang.
Selain daripada untuk menetapkan Pemilik Manfaat, Permenhum 2/2025 menambahkan kewajiban Korporasi dari kewajiban yang diatur sebelumnya pada Permenkumham 21/2019 diantaranya:
Permenhum 2/2025 mengatur penerapan dari prinsip mengenali Pemilik Manfaat yang dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
Permenhum 2/2025 mengatur bahwa Verifikasi dilakukan oleh Korporasi, Notaris, Menteri Hukum (“Menteri”) dan Instansi berwenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kewenangannya masing-masing.
Pelaksanaan verifikasi oleh Korporasi dilakukan pada saat Korporasi akan menyampaikan pelaporan pendirian, perubahan dan pengkinian.[2]
Selain dilakukan oleh Korporasi Penetapan Pemilik Manfaat dapat dilakukan oleh Menteri.[3] Menteri berwenang untuk menetapkan pemilik manfaat yang berbeda berdasarkan hasil verifikasi, analisis, dan pengolahan data.[4]
Kewajiban Tambahan dan Mekanisme Pengawasan
Permenkumham 2/2025 tidak hanya menekankan pentingnya identifikasi dan verifikasi Pemilik Manfaat, tetapi juga memperkenalkan sejumlah kewajiban tambahan yang harus dipatuhi oleh setiap Korporasi. Kewajiban ini mencakup pengisian kuesioner, penatausahaan dokumen, serta pelaporan dan pengkinian informasi secara berkala.
Untuk memastikan kepatuhan, peraturan ini juga mengatur mekanisme pengawasan oleh otoritas terkait serta pengenaan sanksi administratif terhadap Korporasi yang tidak memenuhi ketentuan. Di bawah ini dijelaskan masing-masing aspek secara lebih rinci.
Kuesioner
Kuisioner diwajibkan oleh Permenhum 2/2025 terhadap setiap Korporasi dalam situasi tertentu sebagai bagian dari kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Pengisian kuisioner ini harus dilakukan pada saat pendirian, pendaftaran, atau pengesahan Korporasi untuk memastikan bahwa semua informasi dasar yang berkaitan dengan entitas tersebut telah terdokumentasi dengan baik. Selain itu, kewajiban ini juga berlaku ketika terjadi perubahan dalam anggaran dasar Korporasi, seperti perubahan struktur kepemilikan, perombakan tujuan perusahaan, atau perubahan lainnya yang berpengaruh terhadap status hukum Korporasi. Lebih lanjut, kuisioner ini juga harus diisi dalam hal pelaporan, perubahan, atau pengkinian informasi terkait pemilik manfaat, guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta memastikan bahwa data yang tercatat tetap valid dan sesuai dengan kondisi terbaru.
Pengawasan
Permenhum 2/2025 mengatur bahwa pengawasan dilakukan terhadap penyampaian informasi, penyampaian perubahan informasi serta pengkinian informasi dari Korporasi. Atas penerapan Prinsip Mengenal Pemilik Manfaast, pengawasan dilakukan secara elektronik dan/atau non-elektronik.
Sanksi
Ketidakpatuhan terhadap kewajiban penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat ini dapat mengakibatkan pengenaan sanksi administratif oleh Menteri terhadap Korporasi yang melanggar. Sanksi administratif tersebut dijatuhkan kepada Korporasi yang tidak melaporkan Pemilik Manfaat dan Korporasi yang menyampaikan informasi Pemilik Manfaat yang tidak benar. Sanksi administratif yang dijatuhkan diantaranya berupa teguran, pencantuman dalam daftar hitam dan pemblokiran akses terhadap sistem Administrasi Hukum Online bagi Korporasi.[5] Pencabutan sanksi dapat dilakukan dalam hal Korporasi telah melaksanakan kewajiban pelaporan Pemilik Manfaat dan/atau penyampaian Pemilik Manfaat dengan benar.[6]
Penutup
Permenkumham 2/2025 mempertegas pentingnya transparansi kepemilikan dalam korporasi. Dengan sanksi administratif seperti pemblokiran akses AHU Online dan pencantuman dalam daftar hitam, kepatuhan atas pelaporan Pemilik Manfaat kini menjadi aspek krusial dalam tata kelola perusahaan. Korporasi perlu memastikan seluruh kewajiban dilaksanakan secara tepat waktu dan akurat sebagai bagian dari komitmen terhadap tata kelola yang baik.
[1] Pasal 2 Permenhum 2/2025
[2] Pasal 6 ayat (3) Permenhum 2/2025
[3] Pasal 17 ayat (1) Permenhum 2/2025
[4] Pasal 17 ayat (2) Permenhum 2/2025
[5] Pasal 22 Permenhum 2/2025
[6] Pasal 25 ayat (2) Permenhum 2/2025
DISCLAIMER :
This disclaimer applies to the publication of articles by Anggraeni and Partners. By accessing or reading any articles published by Anggraeni and Partners, you acknowledge and agree to the terms of this disclaimer:
During the preparation of this work, the author(s) may use AI-assisted technologies for readability. After using this tool/service, the author(s) reviewed and edited the content as needed for the purposes of the publication.
No Legal Advice: The articles published by Anggraeni and Partners are for informational purposes only and do not constitute legal advice. The information provided in the articles is not intended to create an attorney-client relationship between Anggraeni and Partners and the reader. The articles should not be relied upon as a substitute for seeking professional legal advice. For specific legal advice tailored to your individual circumstances, please consult a qualified attorney.
Accuracy and Completeness: Anggraeni and Partners strive to ensure the accuracy and completeness of the information presented in the articles. However, we do not warrant or guarantee the accuracy, currency, or completeness of the information. Laws and legal interpretations may vary, and the information in the articles may not be applicable to your jurisdiction or specific situation. Therefore, Anggraeni and Partners disclaim any liability for any errors or omissions in the articles.
No Endorsement: Any references or mentions of third-party organizations, products, services, or websites in the articles are for informational purposes only and do not constitute an endorsement or recommendation by Anggraeni and Partners. We do not assume responsibility for the accuracy, quality, or reliability of any third-party information or services mentioned in the articles.
No Liability: Anggraeni and Partners, its partners, attorneys, employees, or affiliates shall not be liable for any direct, indirect, incidental, consequential, or special damages arising out of or in connection with the use of the articles or reliance on any information contained therein. This includes but is not limited to, loss of data, loss of profits, or damages resulting from the use or inability to use the articles.
No Attorney-Client Relationship: Reading or accessing the articles does not establish an attorney-client relationship between Anggraeni and Partners and the reader. The information provided in the articles is general in nature and may not be applicable to your specific legal situation. Any communication with Anggraeni and Partners through the articles or any contact form on the website does not create an attorney-client relationship or establish confidentiality.
By accessing or reading the articles, you acknowledge that you have read, understood, and agreed to this disclaimer. If you do not agree with any part of this disclaimer, please refrain from accessing or reading the articles published by Anggraeni and Partners.
P: 6221. 7278 7678, 72795001
H: +62 811 8800 427
Anggraeni and Partners, an Indonesian law practice with a worldwide vision, provides comprehensive legal solutions using forward-thinking strategies. We help clients manage legal risk and resolve disputes on admiralty and maritime law, complicated energy and commercial issues, arbitration and litigation, tortious claims handling, and cyber tech law.
S.F. Anggraeni
Managing Partner
Agnes Wulandari
Senior Associate
agnes.wd@ap-lawsolution.net